Contact :
Simon
Klontzaudio@yahoo.com
WA 0877-8858-1176
Sunday, March 11, 2012
HARDWARE VS PLUGINS
WHY HARDWARE?
Mungkin banyak yang bertanya-tanya, " Kalau plugins harganya relatif lebih murah kenapa harus hardware?" Itu juga yang saya alami dulu sebelum berkenalan dengan hardware, apalagi tekhnologi plugins sekarang sudah demikian maju. Namun ada yg belum bisa di emulasikan dari sebuah hardware, yaitu perilaku nonliniernya. Plugin hanya mengukur dinamika/parameter yg terjadi dari sinyal yg masuk dalam suatu hardware, dan tidak seperti proses analog yg sifatnya "continous", proses digital hanya mengukur pada titik2 tertentu saja. Dan tentu saja yg paling penting adalah warna analog yg merupakan akumulasi dari karakteristik harmonic distortion, noise, dan juga frequency response yg belum bisa di hasilkan dari proses digital secara sempurna. Secara umum dapat saya gambarkan bahwa kelemahan plugins (sonically) adalah "lack of FRESHNESS", seperti tidak hidup, pucat, plastic sound, tipis, dsb.
WHY PLUGINS?
Dengan perkembangan DAW sekarang ini memungkinkan kita untuk berkreasi dgn fasilitas2 yg canggih, antara lain adalah jumlah track yg begitu banyak tersedia. Ini menyebabkan rata2 jumlah track dari session saat ini di atas 48 track, bahkan di atas 100 track merupakan hal yg biasa. Setiap track rata2 membutuhkan proses ekualisasi maupun dynamic (compress/limit). Dapat di bayangkan jika semua itu harus di tangani oleh hardware, berapa rack yg di butuhkan. Walaupun di studio2 besar biasanya tersedia banyak outboard prosesor namun tetaplah tidak akan mencukupi. Untuk itulah plugins sangat membantu, terutama untuk kepraktisan dan menghemat waktu. Karena kalau harus menge"print" begitu banyak track melalui outborad prosesor akan sangat memakan waktu. Namun plugins sedapat mungkin di minimalisasi untuk memperoleh hasil optimal.
Bagaimanapun plugins tidaklah jelek, namun ketika efek kumulatif dari banyak track yang menggunakan hardware vs plugins, maka kelebihan dari hardware akan terdengar.
Mungkin banyak yang bertanya-tanya, " Kalau plugins harganya relatif lebih murah kenapa harus hardware?" Itu juga yang saya alami dulu sebelum berkenalan dengan hardware, apalagi tekhnologi plugins sekarang sudah demikian maju. Namun ada yg belum bisa di emulasikan dari sebuah hardware, yaitu perilaku nonliniernya. Plugin hanya mengukur dinamika/parameter yg terjadi dari sinyal yg masuk dalam suatu hardware, dan tidak seperti proses analog yg sifatnya "continous", proses digital hanya mengukur pada titik2 tertentu saja. Dan tentu saja yg paling penting adalah warna analog yg merupakan akumulasi dari karakteristik harmonic distortion, noise, dan juga frequency response yg belum bisa di hasilkan dari proses digital secara sempurna. Secara umum dapat saya gambarkan bahwa kelemahan plugins (sonically) adalah "lack of FRESHNESS", seperti tidak hidup, pucat, plastic sound, tipis, dsb.
WHY PLUGINS?
Dengan perkembangan DAW sekarang ini memungkinkan kita untuk berkreasi dgn fasilitas2 yg canggih, antara lain adalah jumlah track yg begitu banyak tersedia. Ini menyebabkan rata2 jumlah track dari session saat ini di atas 48 track, bahkan di atas 100 track merupakan hal yg biasa. Setiap track rata2 membutuhkan proses ekualisasi maupun dynamic (compress/limit). Dapat di bayangkan jika semua itu harus di tangani oleh hardware, berapa rack yg di butuhkan. Walaupun di studio2 besar biasanya tersedia banyak outboard prosesor namun tetaplah tidak akan mencukupi. Untuk itulah plugins sangat membantu, terutama untuk kepraktisan dan menghemat waktu. Karena kalau harus menge"print" begitu banyak track melalui outborad prosesor akan sangat memakan waktu. Namun plugins sedapat mungkin di minimalisasi untuk memperoleh hasil optimal.
Plastic Generation |
Bagaimanapun plugins tidaklah jelek, namun ketika efek kumulatif dari banyak track yang menggunakan hardware vs plugins, maka kelebihan dari hardware akan terdengar.
LA-2A, Classic Leveling Amplifier
Klontz LA2A |
KLONTZ LA2A, REAR view |
True to the Original Design, our Famed Tube-Amplified T4 Electro-Optical Classic Compressor
Audio professionals revere the LA-2A. The original was immediately acknowledged for its smooth, natural compression characteristics. A unique tube-driven electro-optical attenuator system allows instantaneous gain reduction with no increase in harmonic distortion — an accomplishment at the time, still appreciated today. This faithful Universal Audio reissue marks the rebirth of the Teletronix LA-2A. Painstaking care has been taken to ensure that every new LA-2A provides the performance characteristics of the original.
LA2A adalah compressor standar banyak studio di luar negri, kompresinya yang natural dan smooth menjadikannya banyak di pakai untuk mengkompres vokal. LA2A ini menggunakan optical device yang unik sebagai VCA nya, yaitu lampu organik atau lebih di kenal dengan Electroluminescent panel sebagai bagian dari sensor opticalnya.
LA2A Optical device |
Head to head shootout!, UA LA2A (USD3500) vs Klontz LA2A |
Rekreasi LA2A dari klontz mengacu pada circuit vintage UREI LA2A, di mana sedikit berbeda dengan LA2A keluaran Universal Audio (UA), terutama pada gainnya. Vintage LA2A memiliki gain yang lebih tinggi dari pada reissue dari UA. Dari pengamatan di beberapa forum audio, vintage LA2A lebih di sukai dari pada UA reissue.
Features:
- Mengacu pada circuit dari vintage UREI LA2A.
- Lag free, distortion free optical attenuator system
- Distortion less than 0.5% THD
- 0 to 20 dB gain limiting
- Balanced stereo interconnection
- High quality component.
Subscribe to:
Posts (Atom)